Sejarah mencatat, ada banyak perempuan yang hidup sezaman dengan Kartini
yang namanya begitu saja dilupakan dalam perannya memajukan pendidikan
kaum hawa di negeri ini. Di antara nama itu adalah Dewi Sartika
(1884-1947) di Bandung yang juga berkiprah memajukan pendidikan kaum
perempuan. Dewi Sartika tak hanya berwacana, tapi juga mendirikan
lembaga pendidikan yang belakangan bernama Sakolah Kautamaan Istri
(1910). Selain Dewi Sartika, ada Rohana Kudus, kakak perempuan Sutan
Sjahrir, di Padang, Sumatera Barat, yang berhasil mendirikan Sekolah
Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916).
Kartini, seperti yang tersirat dalam tulisan Prof Harsja W
Bachtiar, adalah sosok yang diciptakan oleh Belanda untuk menunjukkan
bahwa pemikiran Barat-lah yang menginspirasi kemajuan perempuan di
Indonesia. Atau setidaknya, bahwa proses asimiliasi yang dilakukan
kelompok humanis Belanda yang mengusung Gerakan Politik Etis pada masa
kolonial, telah sukses melahirkan sosok yang Kartini yang ”tercerahkan”
dengan pemikiran Barat.
Kartini adalah sosok yang diciptakan oleh Belanda untuk
menunjukkan bahwa pemikiran Barat-lah yang menginspirasi kemajuan
perempuan di Indonesia
Karena itu, Harsja menilai, sejarah harus jujur dan secara terbuka
melihat jika memang ada orang-orang yang juga mempunyai peran penting
seperti Kartini, maka orang-orang tersebut juga layak mendapat
penghargaan serupa, tanpa menihilkan peran yang dilakukan oleh Kartini.
Soal sosok Kartini yang diduga menjadi ”mitos dan rekayasa” yang
diciptakan oleh kolonialis juga menjadi perhatian sejarawan senior
Taufik Abdullah. Ia menulis:
”Tak banyak memang ”pahlawan” kita resmi atau tidak resmi yang dapat
menggugah keluarnya sejarah dari selimut mitos yang mengitari dirinya.
Sebagian besar dibiarkan aman tenteram berdiam di alam mitos—mereka
adalah ”pahlawan” dan selesai masalahnya. R. A Kartini adalah pahlawan
tanpa henti membiarkan dirinya menjadi medan laga antara mitos dan
sejarah. Pertanyaan selalu dilontarkan kepada selimut makna yang
menutupinya. Siapakah ia sesungguhnya? Apakah ia hanya sekadar hasil
rekayasa politik etis pemerintah kolonial yang ingin menjalankan politik
asosiasi?”
Perjuangan dan pemikiran Kartini, terutama yang berhubungan dengan
pluralisme, memang mendapat perhatian dunia internasional. Ny Eleanor
Roosevelt, istri Presiden AS Franklin D Roosevelt memberikan pernyataan
tentang perjuangan Kartini:
”Saya senang sekali memperoleh pandangan-pandangan yang tajam yang
diberikan oleh surat-surat ini. Satu catatan kecil dalam surat itu,
menurut saya merupakan sesuatu yang patut kita semua ingat. Kartini
katakan: Kami merasa bahwa inti dari semua agama sama adalah hidup yang
benar, dan bahwa semua agama itu baik dan indah. Akan tetapi, wahai
umat manusia, apa yang kalian perbuat dengan dia? Daripada
mempersatukan kita, agama seringkali memaksa kita terpisah, dan
sedangkan gadis yang muda ini, menyadari bahwa ia harus menjadi
kekuatan pemersatu”.
Siapa Ny. Eleanor Roosevelt? Dalam buku Decoding the Lost Symbol,
Simon Cox menyebut Eleanor Roosevelt adalah aktivis organisasi the Star
of East, sebuah organisasi yang berada di bawah kendali Freemasonry,
yang menerima perempuan sebagai anggotanya. Di Batavia, organisasi the
Star of East (Bintang Timur), pada masa lalu sangat mengakar dengan
berdirinya loge Freemasonry, De Ster in het Oosten (Bintang Timur) di
kawasan Weltevreden, yang sekarang berada di jalan Boedi Oetomo.
Jadi, masih mengidolakan Kartini ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar