Rabu, 18 April 2012

Sahabat Sang Pahlawan

Anda harus waspada dan berhati-hati! Sebab, di sini ada jebakan kepahlawanan yang sering menipu banyak orang. Sahabat para pahlawan belum tentu juga pahlawan. Inilah tipuannya. Para pahlawan mungkin tidak tertipu, tetapi orang-orang yang bersahabat dengan para pahlawanlah yang lebih sering tertipu.
Dalam lingkungan pergaulan, para pahlawan adalah parfum. Apabila berada di tengah kerumunan, maka semua orang akan kecipratan keharumannya. Apabila ada "orang lain" yang mulai mendekat dan mencium keharuman itu, mungkin ia sulit mengenali dari mana keharuman itu berasal. Situasi ini tentu saja menguntungkan orang-orang yang mengerumuni sang pahlawan: mendapatkan peluang untuk diduga sebagai pahlawan.

Itulah awal mula kejadiannya. Orang-orang biasa selalu merasa puas dengan bergaul dan menjadi sahabat para pahlawan. Mereka sudah cukup puas dengan mengatakan, "Oh, pahlawan itu sahabatku," atau ungkapan "Oh, pahlawan itu dulu seangkatan dengan-ku." Orang-orang itu tidak mau bertanya, mengapa bukan dia yang menjadi pahlawan. Akan tetapi, ada "orang biasa" yang mempunyai sedikit rasa megaloman, semacam obsesi kepahlawanan yang tidak terlalu kuat, namun ada dan meletup-letup pada waktu tertentu. Orang-orang seperti ini sering merasa telah menjadi pahlawan hanya karena ia bersahabat dengan para pahlawan. Dan karenanya, sering berperilaku seakan-akan dialah sang pahlawan. Yang kita saksikan dalam kejadian ini adalah suatu proses identifikasi "orang biasa" dengan sahabatnya yang "pahlawan". Ini merupakan tipuan jiwa: seseorang tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan para pahlawan, tetapi mau menyandang gelar pahlawan, dengan memanfaatkan kamuflase persahabatan.
Persahabatan memang sering menipu, bukan karena tabiat persahabatan yang memang menyimpan tipuan, tetapi karena sebuah "kebutuhan jiwa" tertentu, yang memanfaatkan persahabatan untuk memenuhinya. Maka, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, suatu ketika memper-ingatkan para "murid" yang scdang menuntut ilmu di bawah bimbingan para tilama. Katanya, "Waspadalah, jangan merasa telah menjadi ulama, hanya karena bergaul dan bersahabat dengan para ulama." Apakah kita harus meninggalkan sahabat-sahabat kita yang para pahlawan itu? Tentu saja tidak! Yang perlu kita lakukan adalah meluruskan perasaan kita sendiri.dan meluruskan pandangan kita terhadap diri kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar