Rabu, 18 April 2012

Di Jalan Kebenaran Aku Merasa Nikmat

Siap yang cepat-cepat bekerjasama dalam dakwah islam ini, dia akan mendapatkan kebaikan yang lebih baik.” Hasan Al- Banna
Sejarah para syuhada dalam dakwah islam banyak mengukir perjalanan panjang yang begitu mulia. Salah satu tokoh Duta islam pertama kali yang dipercaya oleh rosul untuk membangun peradaban islam di Madinah. Ya, Mush’ab Ibn Umair yang bertempur dengan sangat dahsyat di medan uhud hingga menemui syahid dalam keadaan tubuh mengenaskan. Abu Dajana rela menjadi tameng bagi Rasulullah,meski untuk itu anak panah masuk menancap di punggungnya dengan tidak bergerak se inchi pun.
Sebuah pengorbanan yang tentunya tidaklah umum dilakukan oleh manusia pada umumnya. Mereka mampu meraskan kenikmatan di jalan kebenaran. Menikmati lezatnya iman dan mahabah bersama kekasihNya. Seperti halnya dakwah para pelakunya dalam kondisi apapun, seorang mukmin akan senantiasa menikmati dan mencintainya.
Celupan Allah mampu merubah yang batil menjadi kebaikan. Abu jahal yang ternyata diam-diam juga mengakui kebenaran apa yang dibawa nabi Muhammad SAW. Lantaran rasul tak pernah berbohong.
Suatu ketika datang seorang sahabat, Abu jahal bertanya kepadanya “ Ya, Abu hakam, disini tidak ada orang lain yang akan mendengar selain engkau dan aku. Maka dari itu aku ingin tahu dari mulutmu sendiri, apakah Muhammad itu seorang yang benar atau pendusta?” Betapa terkejutnya lelaki itu ketika Abu Jahal menjawab pertanyaannya itu dengan lugas dan spontan,”. Demi Allah! Sesungguhnya Muhammad itu seorang yang benar dan ia tidak pernah berbohong sama sekali.” Demikian anehnya yang terjadi dalam dunia ini seorang musuh terang-terang tanpa basa-basi lagi mengakui bahwa lawannya itu seorang yang benar.
Jalan kebenaran yang dinikmati oleh seorang Mush’ab Bin Umair, Ksatria yang wajahnya mirip rosul, meski jiwanya berada diujung kematian, darah bercucuran disekujur tubuhnya membersamai kedua tangannya putus olehamukan pedang musuh.
Jalan kebenaran senikmat para srikandi muslimah yang datang ke medan perang di akhir peperangan. Mereka membawa kantong air untuk member minum tentara yang terluka. Mereka begitu menikmati, meski bahaya selalu mengintai.
Jalan kebenaran ini senikmat yang dirasakan Buya Hamka yang dalam penjara justru ia menghasilkan Tafsir Al-Azhar.
Jalan kebenaran ini senikmat yang dirasakan Sayyid Qutb dalam jeruji besi dan diujung kematiannya ia menghasilkan Ma’alim fi Tahriq.
Sejatinya kebathilan harus kita ubah, diri kitalah yang akan memperjuangkannya. Bukan harus menunggu. Dengan aqidah yang kokohlah yang tertanam dalam jiwa kita kita serta mempersiapkan  generasi mukmin yang berkualitas.
Mari kita belajar dari Ustadz Musthafa Mansyhur, menurut beliau “ Bila kita melakukan gaya perubahan yang serta merta, maka ini akan mengakibatkan para pendukungnya jatuh dalam pertarungan parsial yang mungkin akan memburukan bentuk usaha dan amal islam serta menjauhkan manusia dari dai. Bahkan menimmbulkan tembok penghalang antara manusia dengan mereka tanpa menemui jalan kebenaran.”

Ustadz Musthafa mansyhur mengibaratkan dakwah ini dengan sebatang pohon kayu yang besar dan keras batangnya. Kayu semacam ini bermula dari batang yang lembut berangsur-angsur naik tinggi, karena menurut hikmah yang dikehendaki Allah. Setiap kali ditiup angin kencang atau dipukul badai, dia akan melentur lembut dan condong bersama angin. Tetapi setelah angin rebut itu reda, ia akan tegak kembali. Dari hari kehari ia tumbuh dan membesar, akarnya terus menjalar ke penjuru, batangnya berangsur besar dan keras sedikit demi sedikit dan condongnya pun berkurang bersama tiupan angin sehingga kekuatan batangnya tumbuh dengan sempurna, kedalam dan menjalar jauh akarnya serta menghujam kuat dan mampu menghadapi angina tau badai taufan sekalipun. Ketika itulah pohon tak mudah tumbang dan tidak dapat tercabut oleh angin ribut.
Demikian juga dengan jalan kebenaran, ketika masa pertumbuhan dan perkembangannya, lemah dan sedikit jumlahnya, pada tahap ini tentu tidak tepat menghadapi musuhnya dengan kekuatan dan kekerasan. Tetapi, mesti dihadapi dengan kesabaran, ketabahan dan ridha menerima segala derita sehingga ia menjadi suatu jam’ah yang tumbuh menjadi kuat. Wallahu’alam bi shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar