Potret pemuda sebagai produk budaya hari ini sangat jelas
memberikan pengaruh bagi perkembangan suatu bangsa. Baik dari sudut pandang
ekonomi, teknologi maupun politik dimana dari ketiga wawasan inilah yang
senantiasa dijadikan titik tolak dalam upaya pembenahan bangsa ini. Begitu
banyak episode dalam sejarah bangsa ini yang berangkat dari peran pemuda karena
beberapa karakteristiknya yang dominan. Salah satunya adalah pemahaman mereka
tentang permasalahan rakyat dan tidak ragu-ragu dalam berkorban demi
kepentingan rakyat.
Perlu juga digarisbawahi bahwa pemuda sebagai produk
budaya akan membawa dampak yang begitu luar biasa apabila jati diri sebagai
agen peubah dibawa ke arah dekonstruksi sosial budaya. Pembangunan bangsa
sangat berpengaruh dari peran dan interaksi antara pemuda dengan budaya itu
sendiri. Dengan demikian, aspek budaya harus menjadi variabel yang integral
dalam kerangka antisipasi terhadap akibat-akibat sosial budaya dalam
pembangunan bangsa.
Dari sini kita bisa mulai masuk menganalisa apa dan
bagaimana perkembangan budaya dalam sebuah pembangunan bangsa memberikan
pengaruhnya terhadap kondisi pemuda. Globalisasi yang kian deras membawa arus
westernisasi telah bekerja sungguh efektif menjauhkan karakteristik pemuda Indonesia. Kita
mengenal Budi Utomo, tokoh pemuda di era awal kebangkitan bangsa. Kita juga
mengenal Sho Hoek Gie tokoh mahasiswa di
tahun 1960-an, atau Elang Surya Laksana yang disebut sebagai pahlawan
reformasi, dan juga masih banyak yang lain.
Kini kegagahan pemuda sebagai tonggak sejarah dan
perubahan kian sirna ditelan sang jaman. Hedonisme sebagai salah satu dampak
westernisasi yang membuat bangsa ini semakin prihatin, disamping masih banyak
akibat yang lain terutama egoisme. Di satu sisi hedonisme ini mengarah pada
budaya anti-intelektualitas yang kemudian di sisi lain menjerembab pemuda untuk
menumbuhkan sikap egois mereka. Di sini ada semacam polarisasi budaya yang
terjadi di tengah pertumbuhan pemuda bangsa, saya menyebutnya budaya intelektual
dan budaya anti-intelektual.
Tanpa ingin menyudutkan salah satu ragam kebudayaan,
budaya intelektual disini dibangun berdasarkan wawasan budaya dengan nilai
pengabdian pada bangsa. Sebaliknya, budaya anti-intelektual berkembang karena
semangat egosentrik yang membabi buta hingga pada akhirnya membuat pemuda
semakin jauh dengan penderitaan massa-rakyat. Permasalahan ini muncul tentu
tidak berdiri sendiri, disini ada peran pemerintah sebagai penentu arah
kebijakan yang tentu saja sangat berpengaruh pada semangat pembangunan bangsa
dan peran pemudanya.
Seakan telah menjadi ideologi bangsa ini
permasalahan ekonomi selalu menjadi akar
dalam pembenahan bangsa diikuti kebijakan politiknya. Wacana ini masih dominan,
sehingga mengakibatkan kita kewalahan memecahkan masalah sosial budaya karena
tidak pernah membuat kebijakan yang berhulu pada faktor budaya. Contoh riil
beberapa waktu yang lalu adalah bentrokan yang terjadi di Makassar
oleh sekelompok anggota organisasi kepemudaaan yang diakibatkan oleh kebijakan
ekonomi yang dimainkan oleh kepentingan politik.
Dari kondisi ini menjadi sangat jelas budaya
anti-intelektualitas tidak hanya menjangkit pemuda dengan atribut
hedonisme-nya, tapi juga aktivis pemuda yang sudah jauh dari wawasan budaya
tanah air. Sudah menjadi tugas bagi pemuda sebagai generasi penerus bangsa
untuk memberikan kontribusi positif bagi perkembangan tanah air. Segala bentuk
prestasi bisa kita ukir, dari wilayah yang paling privat yaitu hobi dan
kegemaran atau mungkin dalam skala makro yaitu partisipasi dalam pembangunan.
Secara global beberapa penyakit yang
ditimbulkan karena beberapa aktivitas kepemudaaan adalah sikap sembrono,
tradisional dan cara pandang yang parsial. Sikap yang pertama bisa digambarkan
ketika dengan sangat mudahnya budaya barat yang kontraproduktif tidak disaring
oleh para pemuda kita. Semua dianggap baik, meski tidak semua kebudayaan yang
berasal dari barat membawa dampak yang
merugikan. Hedonisme adalah produk yang kentara ada di hadapan kita.
Perpustakaan di sekolah dan kampus-kampus nyaris selalu sepi, sedangkan kafe
dan tempat hiburan hampir tak pernah sepi dari pengunjung yang sebagian besar
kaum muda.
Sikap sembrono dianggap menjadi salah satu
tolak hilangnya jati diri pemuda sebagai calon pemimpin bangsa. Dalam aspek
aktifitas, mayoritas pemuda melakukan rutinitas yang anti-sosial sering nampak
dalam perilaku keseharian, tanpa kesadaran aktif dalam wacana kerakyatan.
Akibat aktifitas seperti ini, justru membawa dampak dekontruksi terhadap
lingkungan sosial. Kegiatan hura-hura dan interaksi sosial masyarakat yang
buruk mengakibatkan pada ketidakpercayaan publik terhadap generasi muda.
Sikap yang kedua adalah tradisional, yang
meskipun jarang kita temui namun nyata dalam realitas pemuda kita hari ini.
Ketidakmampuan pemuda mengikuti perkembangan teknologi dan pemanfaatannya
mengakibatkan ketertinggalan bangsa kita dari bangsa lain. Bahkan ada sebagian
yang nyaman dengan kondisi ketertinggalan yang ada, seakan tidak menerima
realita kehidupan sosial masyarakat secara global. Padahal sarana teknologi
yang ada dengan tetap memegang nilai dan wawasan budaya bangsa kita justru akan
mempercepat akselerasi kepemimpinan pemuda.
Sikap yang terakhir memilki relevansi yang
sangat antara kedua sikap sebelumnya. Memandang budaya dan perkembangannya
secara parsial ternyata memunculkan permasalahan baru yang sama rumit, dan hal
ini dibuktikan secara empirik pada kondisi pemuda kita hari ini. Semua diterima
sebagian saja sesuai keinginan yang bersifat individual bukan kebutuhan publik
yang bersifat general. Tanpa membangun kompromi dan keinginan untuk membaca
serta menganalisa dampak sosial dari sebuah perkembangan, pemuda seakan
bertiindak sporadis, menerima atau menolak mentah-mentah.
Kita tentu ingin memandang posisi pemuda di
masyarakat bukan menjadi kelompok pengekor yang sekedar berfoya-foya,
membuang-buang waktu dengan aktifitas-aktivitas yang bersifat hura-hura dan
tidak ada manfaatnya. Negeri ini menaruh harapan yang besar kepada para pemuda
untuk menjadi pelopor dan motor penggerak kesejahteraan rakyat. Pemuda adalah
kelompok masyarakat yang memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan
kelompok masyarakat lainnya, diantaranya adalah bahwa mereka relatif masih
bersih dari pencemaran baik politik maupun kekuasaan, mereka memiliki semangat
yang kuat dan kemampuan mobilitas yang tinggi.
Pemuda yang diharapkan memberikan
ruang bagi pertumbuhan dan kebaikan negeri ini selalu dinantikan oleh sejarah.
Dengan memahami bahwa generasi emas adalah masa dimana para pemudanya rela bekerja
untuk membangun masyarakat. Tentu saja didasari pada keyakinan diri sebagai
manifestasi kepemimpinan bangsa ini di masa mendatang. Pemuda kemudian
diharapkan mampu menghidupkan semangat bagi rakyat untuk senantiasa dalam
barisan perjuangan membangun negeri. Dekat dengan prinsip intelektualitas dan
spiritualitas untuk membangun hubungan yang integral antara efektivitas dan
moralitas kerja.(B.B)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar