Kamis, 17 Mei 2012

Muslih dan Payung Emas

Panorama pegunungan Guci memang banyak mengundang daya tarik bagi para pengunjung wisatawan. Pemandian air panas merupakan obyek yang sangat menjadi incaran bagi wisatawan. Muslih bocah 11 tahun yang tibggal di desa Depok Kecamatan Rembul yang mengais rezeki dengan payung emas, dengan payung itulah Muslih menggantungkan kehidupan demi sesuap nasi. Muslih adalah potret perjuangan anak kecil yang berusaha menafkahi keluarganya. Kisah samsul sang penjaja cilok adalah bagian dari perjuangan bocah belasan tahun yang mengais rezeki di Kaki Gunung Slamet, Jawa tengah. Jarak beberapa kilometer dari tempat tinggal Samsul masih ada Muslih berjuang untuk mendapatkan masa depannya yang layak.

Muslih yang bertempat tinggal disekitar Guci harus menempuh 3 kilometer untuk sampai ditempat Obyek Wisata. Memang hanya bermodal semangat dan payungnya Muslih menggantungkan asanya sebagai Ojeg Payung ditempat wisata tersebut. Muslih yang duduk dibangku kelas 5 SD tak meyerah dengan himpitan ekonomi keluarganya, Sepulang sekolah Muslih bergegas bersama payung berjalan menuju guci. Kakanya harus menunda untuk bisa menikmati bangku sekolah, ia hanya menjadi penggarap kebun bersama ibunda Muslih. Tak canggung Muslih sangat piawai dalam menawarkan ojeg payung kepada setiap wisatawan yang berkunjung. Tidak hanya itu, Muslih juga sering mencari rezeki tambahan dengan menjual karung goni. Karung goni ini didapat dari salah satu kios di tempat itu. Muslih berkeliling menawarkan karung goni kepada pembeli, tak jarang terkadang pembeli menolak tawaran dari Muslih. Muslih bersabar demi mengejar target supaya barang dagangannya segera habis. Pembeli karung goni sering iba melihat bocah kecil yang punya masa depan seperti muslih harus berjuang untuk mendapatkan rupiah. Tak banyak yang didapat dari keuntungan berjualan karung goni, hanya sekitar Rp. 2000,- setiap harinya itupun jika laku terjual semuanya.
Disekolahnya muslih sering mendapatkan teguran dari gurunya, hanya ingin mendapatkan sepeser rupiah Muslih harus Bolos Sekolah. ”Ya di rumah kan tidak ada apa-apa, saya sedih. Saya takut sekeluarga tidak makan. Makanya saya pilih ke Guci” "Karena saya sering bolos, saya ditegur sama pak guru, diberi nasehat”. Ujar Muslih. Nikmatnya bangku sekolah tak selalu bisa dirasakan Muslih setiap hari. Ia terpaksa membolos sekolah jika di rumah tak ada beras. Berbekal payung satu-satunya, Muslih berkeliling menawarkan jasa ojek payung kepada setiap pengunjung lokawisata Guci.
Memang setiap kali pulang sekolah Muslih tidak mendapati makanan di rumah. Tetangga Muslih prihatin dengan keadaan Muslih yang harus menahan lapar setiap pulang sekolah. Terkadang tetangga menawarkan kepada Muslih untuk makan dirumahnya. Nurani Muslih menolak karena ia malu, setiap hari ia makan dirumah tetangganya. Muslih tak patah semangat ia harus berjuang dengan payung untuk menggantungkan asa demi membantu ekonomi keluarga. Jenuh sering dialami Muslih saaat ia lelah berjualan. Air panas yang ada di obyek wisata menjadi obat penawar lelah. “Dengan saya mandi air panas kelelahan saya menjadi senyum dan semangat saya”. Masa depan Muslih sangatlah panjang. Seumruan Muslih seharusnya ia bisa menikmati masa kecilnya dengan kehidupan yang sejahtera, namun scenario tuhan berkehendak lain, ia harus terus berjuang untuk keluarganya.
Masa depan memang episode yang harus kita perjuangakan. Muslih yang memiliki Semangat dan Nurani yang jernih dengan segala kondisi yang ada muslih tetap gigih menjalani hidup. Bukan keluhan yang ditunjukan anak kecil ini namun Perjuanganlah yang ditunjukan kepada kita semua. Memang jalan kesusahan dan kesenagan berada di jalur yang sama, tapi bagi orang yang bersabar maka ia akan mendapatkan buah hasil kesabarannya itu diujung.  

2 komentar: