Selasa, 29 Mei 2012

Mencari Hidayah-Mu

Sepanjang perjalanan hidup kita sering pribadi-pribadi ini tidak terlepas dari sebuah kesalahan atau bahkan dosa yang kian hari menumpuk. Pintu taubat yang Allah berikan sangatlah terbentang luas bagi hamba-hambanya. Penyesalan merupakan kunci awal untuk menuju perubahan kerah jalan yang lebih baik. Sebuah pandangan negative dari orang lain terhadap diri kita akan dosa atau bahkan aib, semuanya dimata Allah mampu terhapuskan segola noda dan dosa kita kala lantunan taubat terucap dari keikhlasan lisan dan hati untuk menjemputnya. Kesanggupan menutup aib saudara dipadu keterampilan menasehati & ketulusan doa ialah daya agung ukhuwah yang kian langka. Aib orang yang kita tahu ialah amanah tuk kita jaga. Allah membayar penjagaan itu dengan penjagaanNya yang jauh lebih tepercaya. Sahabat Umar bin Khattab saat berada dititik kekafirannya justru hidayah Allah menghampirinya. Hal ini sangat tidak terduga oleh para kaum muslimin saat itu. Umar yang begitu membenci islam harus tertunduk lemah saat mendengar Aisyah membacakan ayat-ayat Allah di kediamannya. Umar bahkan di cap sebagai orang yang tidak akan pernah mendapat hidayah dan ampunan dari Allah SWT karena kekafirannya. Pernyataan inilah yang tidak pantas terucap dari seorang kaum muslimin. Sungguh Allah tahu kualitas keimanan hambanya, Umar semakin bangkit dari kejahiliyahan menuju cahaya islam. Selama hidup umar mengabdikan untuk Allah dan Rosulnya sampai titik darah penghabisan.

Di kalangan Bani Israil, ada seorang pendosa, khazanah kemaksiatannya sebilangan pasir di gurun, melimpah bertimbun-timbun. Tetapi hidayah Allah menyapa, dia disergap takut oleh dosa-dosa. Semua khilaf menghantui kala sepi, mencekamkan malu saat ramai. Maka dengan cemas hati, ke negeri jauh dia melarikan diri, menuju tanah baru, menutup pintu rayuan dosa & keliru dari masa lalu. Dia arungi padang pasir yang menyengatkan terik, batu & kerikil terasa menyala, & matahari sama sekali tak bercadarkan awan. Dalam langkah-langkah yang menyiksa tubuh & memayahkan jiwa itu, dia berjumpa kawan perjalanan. MasyaaLlah, beliau seorang Nabi. Menghadapi cuaca begitu beratnya, sang Nabi berkata pada si pendosa, “Mari berdoa, agar Allah payungkan awan di perjalanan kita!” Memerah muka sang pendosa, takut-takut dia berkata, “Demi Allah, aku malu meminta hal itu, aku amat sungkan menghiba padaNya.” Nabi Bani Israil itu tersenyum, “Baiklah aku yang berdoa. Kau cukup aminkan saja!” Tak lama, awanpun menaungkan bayang teduhnya. Lalu tibalah di persimpangan, beda tujuan haruskan mereka berpisah jalan. Setelah salam terkata, masing-masing menempuh arahnya. Alangkah terkejut Nabi itu ketika mendapati awan yang menaungi selama perjalanan mereka berdua kini tak lagi bersama dirinya. 

Yang menakjubkan, ternyata awan tersebut tetap menaungi lelaki yang tadi bersamanya. Bergegas sang Nabi berbalik menghampiri. “Saudara! Tunggu! Kaubilang tadi tak punya keutamaan apapun, bahkan berdoapun merasa tak layak, tapi awan itu malah mengikutimu!” “Katakan padaku”, desaknya, “Apa yang menjadi rahasia kemuliaanmu di sisi Allah sehingga justru ucapan Aamiin-mu yang dikabulkan! Lelaki itu kebingungan. “Apa? Aku tak tahu duhai Nabi Allah.. Aku tak tahu.. Aku hanya pendosa nista yang lari dari masa lalu..” “..Aku ahli maksiat yang hina, & kini begitu haus akan ampunan Rabbku!”, ujarnya. “Itulah dia! Itulah dia!”, sahut Sang Nabi. Kemuliaan sang pentaubat dalam perjalanan memperbaiki diri, telah mendahului keutamaan seorang Nabi untuk beroleh naunganNya. Sesak jiwa & sempit dada sebab terinsyaf dosa-dosa, meleleh airmata sebab takut padaNya, ialah harga bahagia di hidup berikutnya. 

Semoga kita bukan hamba yang karena banyak minta & merasa belum terkarunia, limpahan nikmat tak tersyukuri & dosa tak tertaubati. Semoga kita adalah hamba yang jika berdoa, bukan hanya isi pinta yang jadi hasrat utama, tapi bermesra denganNya-lah hajat mulia. Ujar Hasan Al Bashri, "Hukuman atas dosa bukan terputusnya rizqi, melainkan terputusnya munajat mesra dengan Ilahi." Mari benahi. Maka beruntung yang dosanya mengantar pada taubat nashuha, yang ibadahnya tak membuat berbangga, hanya harap-cemas akan ridhaNy. Kekayaan terbesar pagi ini adalah dosa yang diampuni, ibadah yang diridhai, nikmat yang tersyukuri, & musibah yang tersabari Adalah rahmatNya, Allah jadikan rasa kaya & bahagia itu dalam dada, ridha pada pembagian & ketetapanNya, dunia ringanlah saja.Pagi indah dengan pesan 'Utsman; "Bergalau soal dunia jadi kegelapan dalam dada. Gelisah akan akhirat ialah cahaya terangi jiwa." Semoga Allah menolong hingga tergapai ikhlasnya maksud & ihsannya upaya menjemput.

Jangan biarkan masa lalu mengurungmu dari upaya produktif mengejar kebaikan di masa kini dan masa depan. Jika terlanjur dosa, moga mendekatkan padaNya dengan taubat nasuha. Jika taat terlaksana; moga tak menjauhkan dariNya sebab berbangga serta Jangan merasa aman dari berbuat dosa.Jadilah hatimu selalu tersenyum pada Langit. Jadilah bibirmu selalu tersenyum pada Bumi. Izinkanlah surga rindu padamu. Iman tak menjamin kita tuk selalu berlimpah & tertawa karena "Allah menyembunyikan para kekasihNya di antara manusia", agar kita rendah hati, memuliakan sesama, & sibuk berbenah diri. Tapi ia membuat kita merasai lembut cintaNya pada apapun dera yang menimpa. Berdekatlah dengan dia yang hatinya selalu mengingati Allah, agar nafas-nafas tasbihnya mensurgakan suasana, saat  galau yang membuat berdzikir. Damai yang membuat berfikir. Tafakkur yang membuat tak kikir. Semuanya indah.

Referensi : Majelis Jejak Nabi twitter@salimafillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar