Panorama pegunungan Guci
memang banyak mengundang daya tarik bagi para pengunjung wisatawan. Pemandian
air panas merupakan obyek yang sangat menjadi incaran bagi wisatawan. Muslih
bocah 11 tahun yang tibggal di desa Depok Kecamatan Rembul yang mengais rezeki
dengan payung emas, dengan payung itulah Muslih menggantungkan kehidupan demi
sesuap nasi. Muslih adalah potret perjuangan anak kecil yang berusaha menafkahi
keluarganya. Kisah samsul sang penjaja cilok adalah bagian dari perjuangan
bocah belasan tahun yang mengais rezeki di Kaki Gunung Slamet, Jawa tengah.
Jarak beberapa kilometer dari tempat tinggal Samsul masih ada Muslih berjuang
untuk mendapatkan masa depannya yang layak.
Muslih yang bertempat
tinggal disekitar Guci harus menempuh 3 kilometer untuk sampai ditempat Obyek
Wisata. Memang hanya bermodal semangat dan payungnya Muslih menggantungkan
asanya sebagai Ojeg Payung ditempat wisata tersebut. Muslih yang duduk dibangku
kelas 5 SD tak meyerah dengan himpitan ekonomi keluarganya, Sepulang sekolah
Muslih bergegas bersama payung berjalan menuju guci. Kakanya harus menunda
untuk bisa menikmati bangku sekolah, ia hanya menjadi penggarap kebun bersama
ibunda Muslih. Tak canggung Muslih sangat piawai dalam menawarkan ojeg payung kepada
setiap wisatawan yang berkunjung. Tidak hanya itu, Muslih juga sering mencari
rezeki tambahan dengan menjual karung goni. Karung goni ini didapat dari salah
satu kios di tempat itu. Muslih berkeliling menawarkan karung goni kepada
pembeli, tak jarang terkadang pembeli menolak tawaran dari Muslih. Muslih
bersabar demi mengejar target supaya barang dagangannya segera habis. Pembeli
karung goni sering iba melihat bocah kecil yang punya masa depan seperti muslih
harus berjuang untuk mendapatkan rupiah. Tak banyak yang didapat dari
keuntungan berjualan karung goni, hanya sekitar Rp. 2000,- setiap harinya
itupun jika laku terjual semuanya.
Disekolahnya muslih sering
mendapatkan teguran dari gurunya, hanya ingin mendapatkan sepeser rupiah Muslih
harus Bolos Sekolah. ”Ya di rumah kan tidak ada apa-apa, saya sedih. Saya takut
sekeluarga tidak makan. Makanya saya pilih ke Guci” "Karena saya sering bolos, saya ditegur sama pak guru, diberi
nasehat”. Ujar Muslih. Nikmatnya bangku sekolah tak selalu bisa dirasakan Muslih
setiap hari. Ia terpaksa membolos sekolah jika di rumah tak ada beras. Berbekal
payung satu-satunya, Muslih berkeliling menawarkan jasa ojek payung kepada
setiap pengunjung lokawisata Guci.
Memang setiap kali pulang
sekolah Muslih tidak mendapati makanan di rumah. Tetangga Muslih prihatin
dengan keadaan Muslih yang harus menahan lapar setiap pulang sekolah. Terkadang
tetangga menawarkan kepada Muslih untuk makan dirumahnya. Nurani Muslih menolak
karena ia malu, setiap hari ia makan dirumah tetangganya. Muslih tak patah
semangat ia harus berjuang dengan payung untuk menggantungkan asa demi membantu
ekonomi keluarga. Jenuh sering dialami Muslih saaat ia lelah berjualan. Air
panas yang ada di obyek wisata menjadi obat penawar lelah. “Dengan saya mandi
air panas kelelahan saya menjadi senyum dan semangat saya”. Masa depan Muslih
sangatlah panjang. Seumruan Muslih seharusnya ia bisa menikmati masa kecilnya
dengan kehidupan yang sejahtera, namun scenario tuhan berkehendak lain, ia
harus terus berjuang untuk keluarganya.
Masa depan memang episode yang harus kita
perjuangakan. Muslih yang memiliki Semangat dan Nurani yang jernih dengan
segala kondisi yang ada muslih tetap gigih menjalani hidup. Bukan keluhan yang
ditunjukan anak kecil ini namun Perjuanganlah yang ditunjukan kepada kita
semua. Memang jalan kesusahan dan kesenagan berada di jalur yang sama, tapi
bagi orang yang bersabar maka ia akan mendapatkan buah hasil kesabarannya itu
diujung.
oke
BalasHapusTerima kasih, tulisan and a membuka mata kita semua.
BalasHapus