Terpaan hidup menjadi
sebuah kekuatan seberapa besar kita mampu melipatgandakan kesabaran dan rasa
syukur atas segala bentuk cobaan serta karuniaNya. Sanredja Kakek usia lanjut
yang tak pernah menyerah berjuang melawan pahitnya hidup untuk mendapatkan
sesuap nasi. Sanredja dengan keterbatasan fisiknya, ia tetap mencari rupiah.
Berbekal keahliaannya membuat lumpang Sanredja terus bertahan hidup demi
mengumpulkan rupiah demi rupiah. Berkeliling kampung memikul beratnya lumpang
rela Sanredja lakukan demi mendapat rupiah agar bisa membeli beras atau obat
sang istri. Belitan kemiskinan menjadikan ia akrab dengan sebuah keprihatinan
hidup. Sudah 30 tahun lamanya Sanredja menjadi pembuat lumpang dengan uang Rp.
15.000 hasil menjajakan lumpangnya seharian, Kini Sanredja harus bisa berbagi
untuk membeli obat sang istri yang jatuh sakit. Akar dari pohon nagka menjadi
penyambung hidup keluarganya. Sanredja masih bisa bersyukur berjualan lumpang dibanding
ia harus meminta-minta. Lelah berjualan Sanredja istirahat dengan menyantap sebungkus
nasi putih yang ditemani garam sebagai lauknya, baginya itu sebuah kenikmatan
yang masih ia rasakan untuk mengganjal rasa lapar sesaat setelah lelah berjualan
lumpangnya.
Konikem istri Sanredja
selalu bersabar dengan cinta yang tulus menjadi pendamping hidunya dengan
menerima apa adanya Sanredja yang begitu banyak kekurangan fisiknya. “Saya
memnerima Sanredja apa adanya, Mungkin ini jodoh dalam hidup saya” Ujar
Konikem. Cobaan demi cobaan keduanya telah dilalui Sanredja dan Konikem. 3
tahun silam si Bungsu meninggal karena sakit yang parah. Terkadang Konikem
selalu teringat si bungsu, hanya melihat pusar anaknya sudah terobati rasa
rindu akan anaknya. Sanredja selalu khawatir, jika ingat rumah ada sang istri
yang sedang sakit parah. Menu lezat bagi Sanredja dan Konikem adalah Sop yang
telah dipanaskan berkali-kali, Tak peduli rasa lezat yang mungkin telah hilang
saat disantap. Sanredja dan sang istri hanya bisa bersyukur bisa makan untuk
hari ini.
Gubuk tuanya telah menjadi
istana bagi Sanredja dan Konikem untuk bisa berlindung dari panasnya terik
matahari dan dinginnya saat malam datang. Lumpang adalah tumpuhan untuk bisa
melanjutkan hidup. Tak hanya itu, Setelah menjajakan lumpangnya, Sanredja harus
kembali mengumpulkan sisa-sisa kayu dari pembuatan lumpang untuk tetap bisa
mendapatkan pundi-pundi rupiah. Sanredja sangat bahagia bisa berada disamping
orang yang dicintainya sampai akhir hayat. Ikhlas dan mensyukuri atas karunia
Tuhan yang diberikan hingga usia senjanya itulah yang dapat dilakukan Sanredja
dan Konikem. Kebersamaan dengan sang istri menjadi satu-satunya kebahagiaan
yang dimiliki Sanredja saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar