Jumat, 22 Juni 2012

Batang Lumpang, Harapan Hidup Mbah Sanredja

Terpaan hidup menjadi sebuah kekuatan seberapa besar kita mampu melipatgandakan kesabaran dan rasa syukur atas segala bentuk cobaan serta karuniaNya. Sanredja Kakek usia lanjut yang tak pernah menyerah berjuang melawan pahitnya hidup untuk mendapatkan sesuap nasi. Sanredja dengan keterbatasan fisiknya, ia tetap mencari rupiah. Berbekal keahliaannya membuat lumpang Sanredja terus bertahan hidup demi mengumpulkan rupiah demi rupiah. Berkeliling kampung memikul beratnya lumpang rela Sanredja lakukan demi mendapat rupiah agar bisa membeli beras atau obat sang istri. Belitan kemiskinan menjadikan ia akrab dengan sebuah keprihatinan hidup. Sudah 30 tahun lamanya Sanredja menjadi pembuat lumpang dengan uang Rp. 15.000 hasil menjajakan lumpangnya seharian, Kini Sanredja harus bisa berbagi untuk membeli obat sang istri yang jatuh sakit. Akar dari pohon nagka menjadi penyambung hidup keluarganya. Sanredja masih bisa bersyukur berjualan lumpang dibanding ia harus meminta-minta. Lelah berjualan Sanredja istirahat dengan menyantap sebungkus nasi putih yang ditemani garam sebagai lauknya, baginya itu sebuah kenikmatan yang masih ia rasakan untuk mengganjal rasa lapar sesaat setelah lelah berjualan lumpangnya.

Konikem istri Sanredja selalu bersabar dengan cinta yang tulus menjadi pendamping hidunya dengan menerima apa adanya Sanredja yang begitu banyak kekurangan fisiknya. “Saya memnerima Sanredja apa adanya, Mungkin ini jodoh dalam hidup saya” Ujar Konikem. Cobaan demi cobaan keduanya telah dilalui Sanredja dan Konikem. 3 tahun silam si Bungsu meninggal karena sakit yang parah. Terkadang Konikem selalu teringat si bungsu, hanya melihat pusar anaknya sudah terobati rasa rindu akan anaknya. Sanredja selalu khawatir, jika ingat rumah ada sang istri yang sedang sakit parah. Menu lezat bagi Sanredja dan Konikem adalah Sop yang telah dipanaskan berkali-kali, Tak peduli rasa lezat yang mungkin telah hilang saat disantap. Sanredja dan sang istri hanya bisa bersyukur bisa makan untuk hari ini. 

Gubuk tuanya telah menjadi istana bagi Sanredja dan Konikem untuk bisa berlindung dari panasnya terik matahari dan dinginnya saat malam datang. Lumpang adalah tumpuhan untuk bisa melanjutkan hidup. Tak hanya itu, Setelah menjajakan lumpangnya, Sanredja harus kembali mengumpulkan sisa-sisa kayu dari pembuatan lumpang untuk tetap bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah. Sanredja sangat bahagia bisa berada disamping orang yang dicintainya sampai akhir hayat. Ikhlas dan mensyukuri atas karunia Tuhan yang diberikan hingga usia senjanya itulah yang dapat dilakukan Sanredja dan Konikem. Kebersamaan dengan sang istri menjadi satu-satunya kebahagiaan yang dimiliki Sanredja saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar